Hai guys apa kabar, kali ini saya akan meriview artikel tentang ” aksara Jawa” disini kami akan membahasa secara detail dari aksara jawa mulai dari pengertiannya, jenis, dan pasangannya. oke biar lebih menyingkat waktu ayo langsung saja kita simak pembahasan di bawah ini.
Semua orang yang berasal dari jawa tentunya tidak asing dengan istilah “Aksara Jawa”, iya aksara jawa atau yang sering disebut dengan Hanacaraka adalah huruf huruf kuno dengan sistem tulisan Abugida yang digunakan untuk menuliskan prasasti atau surat pada sang raja dll.
Kumpulan Aksara Jawa Lengkap dengan Pasangannya!!
Aksara Jawa merupakan turunan dari dari aksara Brahmi, aksara jawa ini memang sudah lama digunakan pada beragam wilayah di Indonesia misalnya Pulau Jawa, Makasar, Sunda, Melayu, Sasak serta umum dipakai untuk penulisan jenis karya sastra yang menggunakan bahasa Jawa.
Aksara jawa yang terdiri dari Ha, Na, Ca, Ra, Ka, Da, Ta, Sa, Wa, La, Pa, Dha, Ja, Ya, Nya, Ma, Ga, Ba, Tha, Nga merupakan bahasa yang sudah cukup lama bahkan sejak abad ke 17 Masehi pada masa berdirinya kerajaan Mataram Islam, pada masa ini abjad Hanacaraka yang kita kenal hingga hari ini.
Pengertian Aksara Jawa
Aksara Jawa adalah salah satu aksara tradisional Nusantara yang digunakan untuk menulis bahasa Jawa dan sejumlah bahasa daerah Indonesia lainnya seperti bahasa Sunda dan bahasa Sasak. Dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan aksara Jawa umum digantikan dengan huruf Latin yang pertama kali dikenalkan Belanda pada abad ke-19.
Aksara Jawa resmikan Unicode, sejak 2009 meskipun begitu, kompleksitas aksara Jawa hanya dapat ditampilkan dalam program dengan teknologi Graphite SIL, seperti browser Firefox sehingga penggunaannya tidak semudah huruf Latin. Kesulitan penggunaan aksara Jawa dalam media digital merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kurang populernya aksara jawa.
Jenis-jenis Aksara jawa
Aksara jawa juga memiliki enam jenis yaitu:
- Aksara Nglegena
- Aksara Pasangan
- Aksara Murda
- Aksara Swara
- Aksara Pasangan
- Aksara Rekan.
ada enam jenis dari aksara jawa, berikut ini kami akan paparkan penjelasan mengenai jenis-jenis dari aksara jawa.
Aksara Jawa Lengkap
Aturan Pemakaian Aksara Jawa
Aksara Jawa adalah satuan terkecil yang merepresentasikan suku kata terbuka (Konsonan-Vokal) dengan vokal /a/ atau /o/ tergantung dari posisinya. tapi vokal juga tergantung dari orang pembicara, yang meliputi daerah asal.
Misalnya di daerah Jawa Barat orang-orang cenderung menggunakan vokal /a/ sementara itu berbeda dengan orang yang berasal dari daerah Jawa Timur lebih cenderung menggunakan vokal /O/. Aturan baku penentuan vokal aksara dideskripsikan dalam Wewaton Sriwedari sebagai berikut:
- Sebuah aksara jawa yang dibaca dengan vokal /o/ jika aksara sebelumnya mimiliki sandhangan swara.
- Sebuah aksara jawa yang dibaca dengan vokal /a/ jika aksara setelahnya memiliki sandhangan swara.
- Sebuah Aksara jawa pertama yang kata umumnya dibaca dengan vokal /o/, kecuali dua aksara setelahnya itu adalah aksara dasar, maka aksara tersebut dibaca dengan vokal /a/.
- jika sebuah aksara jawa ditransliterasikan ke dalam alfabet Latin, sebuah dapat menjadi suku kata, bukan huruf.
CATATAN: Indonesia memiliki 34 konsonan aksara dan 11 aksara suara atau biasa disebut vokal dalam aksara Jawa, tapi masih belum ketambahan dari luar aksara tambahan tidak semuanya dapat digunakan dalam penulisan modern seperti saat ini.
Pada sebuah aksara Jawa terdapat beberapa tata cara penulisan, unsur serta aturan lainnya, serta aturan menjelaskan masing-masing huruf itu, dengan harapan nanti bisa memudahkan pembelajaran atau proses memahami tata cara penulisan Aksara Jawa.
Pada pembahasan kali ini, saya akan memadukan penjelasan dasar dari aksara Jawa. kususnya untuk orang yang belum mengenal aksara Jawa, yang membutuhkan catatan khusus seperti dibawah ini.
- Kata dasar Ha mewakili fonem /a/dan/ha/ apabila aksara ini berada pada bagian depan sebuah kata yang dibaca dengan /a/ pada bacaan selanjutnya, Tapi aturan ini tidak berlaku untuk nama atau jenis kata bahasa asing kecuali bahasa Jawa.
- Morfem Da pada penulisan Aksara Jawa latin Da ini digunakan untuk bagian vonem /d/ serta meletup dimana posisi lidahnya ada di bagian belakang pangkal gigi seri atas kemudian diletupkan. Untuk /d/ ini berbeda sekali dari bahasa Melayu atau Indonesia.
- Morfem D pada bentuk penulisan Aksara Jawa latin digunakan untuk jenis d-retofleks dimana posisi lidah dengan /d/ dipakai bahasa Melayu atau bahasa Indonesia yang di ikuti dengan bunyi yang diletupkan.
- Morfem Tha pada bentuk penulisan Aksara Jawa latin digunakan untuk t-retofleks dimana posisi lidahnya sama dengan vonem /d/ namun untuk pengucapannya tidak diberatkan, bunyi yang satu ini sangat mirip dengan orang yang memiliki logat Bali di dalam menyuarakan huruf “t”.
Makna dari Huruf Aksara Jawa
Makna dari gabungan berbagai huruf hana caraka yang terbagi dalam 4 baris tataran dalam urutan aksara jawa, yang bersumber dari berbagai sumber yang terpercaya.
Ha-Na-Ca-Ra-Ka mempunyai makna ” utusan ” yang artinya utusan hidup, yang berupa nafas yang menyatukan jiwa dengan jasat manusia, masih bingung kah?? maksudnya ada yang mempercayakan dan ada yang dipercaya untuk melaksanakan kewajiban ketiga unsur itu adalah Tuhan, manusia dan kewajiban manusia kepada ciptaanNya.
Da-Ta-Sa-Wa-La mempunyai makna “manusia” yang berarti ketika manusia telah diciptakan yang di catat dengan data ”saatnya dipanggil sang khaliq” tidak boleh sawala yang artinya ”mengelak” harus bersedia melaksanakan, menerima dan menjalankan kehendak Tuhan Yang Maha Esa.
Pa-Dha-Ja-Ya-Nya bermakna tentang menyatunya zat pemberi hidup (Ilahi Rabbi) dengan yang diberi hidup (makhluk) masih bemum mengerti bukan? maksdunya padha artinya “sama” ialah tunggal batin yang tercermin dalam perbuatan berdasarkan keluhuran dan keutamaan sedangkan Jaya artinya ” menang, unggul ”.
Ma-Ga-Ba-Tha-Nga bermakna menerima segala perintah dan dilarang oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, maksudnya manusia harus pasrah kepada kodrat, meskipun manusia memiliki hak untuk mewiradatnya.
Berikut ini merupakan arti dan Makna dari Huruf Aksara jawa:
Huruf Ha merupakan singkatan dari “Hana hurup wening suci” yang memiliki arti tentang adanya hidup karena kehendak dari yang Allah.
Huruf Na merupakan singkatan dari “Nur candra, gaib candra, warsitaning candara” yang memiliki arti pengharapan manusia hanya selalu ke sinar Illahi Rabbi.
Huruf Ca merupakan singkatan dari kata “Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi” yang memiliki arti arah dan tujuan yang ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Tunggal “Allah”.
Huruf Ra merupakan singkatan dari kata “Rasaingsun handulusih” yang memiliki arti rasa cinta sejati muncul dari cinta kasih nurani setiap manusia
Huruf Ka merupakan singkatan dari kata “Karsaningsun memayuhayuning bawana” yang memikili arti hasrat diarahkan untuk kesajeteraan alam
Huruf Da merupakan singkatan dari “Dumadining dzat kang tanpa winangenan” yang memiliki arti menerima hidup dengan apa adanya.
Huruf Ta merupakan singkatan dari beberapa kata “Tatas, tutus, titis, titi lan wibawa” yang memiliki arti mendasar, totalitas, satu visi, ketelitian dalam memandang
kehidupan.
Huruf Sa merupakan singkatan “Sifat ingsun handulu sifatullah” yang memiliki arti membentuk kasih sayang seperti kasih Tuhan Yang Maha Tunggal Allah SWT kepada hambanya.
Huruf Wa merupakan singkatan dari “Wujud hana tan kena kinira” yang memiliki arti ilmu manusia hanya terbatas namun implikasinya bisa tanpa
batas karena ilmu itu luas.
Huruf La merupakan singkatan dari “Lir handaya paseban jati” yang memiliki arti mengalirkan hidup semata pada tuntunan dari Tuhan Yang Maha Tunggal Allah SWT
Huruf Pa merupakan singkatan dari “Papan kang tanpa kiblat” yang memiliki arti Hakekat Tuhan Yang Maha Tunggal Allah SWT yang ada disegala arah kehidupan.
Huruf Dha merupakan singkatan dari “Dhuwur wekasane endek wiwitane” yang meiliki untuk bisa diatas tentu dimulai dari dasar
Huruf Ja merupakan singkatan dari “Jumbuhing kawula lan Gusti” yang memiliki arti Selalu berusaha menyatu memahami kehendak dari Tuhan Yang Maha Tunggal Allah SWT.
Huruf Ya merupakan singkatan dari “Yakin marang samubarang tumindak kang dumadi ayang” meiliki arti yakin atas kodho dan khodar atau biasa disebut kodrat dari Tuhan Yang Maha Tunggal Allah SWT.
Huruf Nya merupakan singkatan dari “Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diuruki” yang memiliki arti memahami kodrat kehidupan yang ditujukan untuk beribadah kepada Tuhan Yang Maha Tunggal Allah SWT.
Huruf Ma merupakan singkatan dari “Madep mantep manembah mring Ilahi” yang memiliki arti yakin/mantap dalam menyembah Tuhan Yang Maha Tunggal Allah SWT
Huruf Ga merupakan singkatan dari “Guru sejati sing muruki” yang memiliki arti belajar pada guru nurani seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW.
Huruf Ba merupakan singkatan dari “Bayu sejati kang andalani” yang memiliki arti menyelaraskan diri pada gerak alam
Huruf Tha merupakan singkatan dari “Tukul saka niat” yang memiliki arti sesuatu harus dimulai dan tumbuh dari niatan seseorang.
Huruf Nga merupakan singkatan dari “Ngracut busananing manungso” yang memiliki arti melepaskan egoisme pribadi manusia
Alhamdulillah aitulah arti makna dari huruf aksara jawa hanacaraka yang sarat makna tersebut menjadi sarana dalam acuan hidup didunia sebagai hubungan manusia dengan Tuhannya atau hubungan dengan manusia-manusia lainnya karena manusia pada hakekatnya sebagai mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lainnya.
Aksara Carakan
Aksara Carakan adalah jenis aksara yang paling mendasar dalam mempelajari aksara Jawa, aksara carakan namanya saja sudah bisa dipahami bahwa jenis aksara ini digunakan untuk menuliskan kata-kata.
Aksara Carakan memiliki bentuk beserta pasangannya, Aksara pasangan yang digunakan untuk mematikan atau menghilangkan bentuk vokal dari aksara yang ditulis sebelumnya sebelumnya.
Aksara pasangan ini sangat dibutuhkan supaya Anda lebih mudah dalam memahami tulisan-tulisan aksara, dan sangat penting untuk emengetahui penjelasan mengenai aturan pasangan di dalam aksara Carakan, dan cara untuk membacanya.
Pasangan Aksara Jawa
Dari foto diatas pasangan aksara Jawa pasangan sendiri merupakan bentuk khusus yang terdapat pada aksara Jawa untuk menghilangkan ataupun mematikan suatu vokal dari bunyi aksara jawa yang sebelumnya. Aksara pasangan seperti simbol yang digunakan untuk menulis bentuk suku kata untuk menjelaskan maksud yang ditulis.
Contoh Penggunaan Pasangan Aksara Jawa
Misalnya contoh penggunaan pasangan dalam penulisan aksara Jawa adalah kalimat “mangan sega” yang artinya makan nasi, supaya kalimat tersebut tidak dibaca manganasega, maka perlu mematikan atau menghilangkan huruf na.
Cara untuk menghilangkan huruf Na tersebut adalah dengan memberikan pasangan “n” yang diletakkan pada belakang huruf “nga” dengan memberikan pasangan n tersebut maka bisa dibaca “mangan sega”.
1. Aksara Pokok (Aksara Nglegena)
Menurut para ahli : Darusuprapta (2002:5) aksara pokok mempunyai aksara, yang berfungsi untuk menghubungkan suku kata yang tertutup konsonan dengan suku kata berikutnya, kecuali suku kata yang tertutup wignyan, layar, dan cecak.
Berikut ini adalah aksara Jawa pokok atau aksara Nglegena beserta pasangannya:
Pasangan Aksara Nglegena
Ada beberapa catatan dalam penggunaan aksara Nglegena ini menurut Darusuprapta (2002:10) :
1) Aksara pasangan ha, sa, dan pa ditulis dibelakang huruf konsonan akhir suku kata di depannya. Aksara pasangan selain yang disebutkan itu ditulis di bawah aksara konsonan akhir suku kata di depannya.
2) Aksara ha, ca, ra, wa, dha, ya, tha, dan nga tidak dapat diberi aksara pasangan atau tidak dapat menjadi aksara sigegan (aksara penutup suku kata). Di dalam hal ini aksara sigegan ha diganti dengan wignyan, aksara sigegan ra diganti layar, aksara sigegan nga diganti cecak, dan hampir tidak ada suku kata yang berakhir sigegan ca, wa, dha, ya, tha.
Contoh pemakaian aksara Nglegena dan pasangan dalam sebuah kalimat.
2. Aksara Murda
Pengertian Aksara Murda
Aksara Murda adalah salah satu jenis aksara yang ada didunia. Aksara Murda tegese aksara sirah utawa aksara sesirah, ing basa Indonesia diarani huruf kapital.
Penggunaan Aksara Murda
Aksara Murda gunane kanggo pakurmatan, tegese kanggo ngurmati. Sing lumrah aksara murda kanggo nulis jenenge wong lan jeneng apa wae, kalebu pangkat utawa kalungguhan. Tata carane nganggo aksara murda yaiku:
1. Aksara Murda ora kena dadi sesigeging wanda, dadi ora kena dipangku lan ora kena dipasangi.
2. Aksara Murda cukup ditulis saaksara saben satembung, kapilih kang manggon ing ngarep, yen ora ana ya aksara burine, lan sateruse
3. Aksara Murda bisa diwenehi sandhangan
4. Aksara Murda dijangkepi pasangan saengga bisa dadi pasangan.
a) Aksara murda berjumlah delapan buah, yakni na, ka, ta, sa, pa, nya, ga, ba.
b) Aksara murda dapat dipakai untuk menuliskan nama gelar dan nama diri, nama geografi, nama lembaga pemerintah, dan nama lembaga berbadan hukum.
c) Aksara murda tidak dipakai sebagai penutup suku kata. (Darusuprapta, 2002:11-12)
3. Aksara Swara
Aksara Swara ialah salah satu jenis aksara yang digunakan untuk menuliskan huruf-huruf vokal yang berasal dari bentuk kata serapan dari bahasa asing supaya pelafalannya menjadi tegas ketika diucapkan atau dituis.
Sandangan Aksara Swara
sangat penting bagi anada untuk mengetahui tentang sandangan aksara Swara karena agar anda tidak kebingungan membedakan antara aksara Swara dengan sandangannya karena huruf aksara dan sandangnnya hampir mirip.
Sandangan merupakan bentuk huruf vokal yang bersifat tidak mandiri yang hanya digunakan ketika berada di bagian tengah dari kata pada sebuah penulisan aksara. Sandangan dibagi menjadi beberapa berdasarkan cara membaca sandangan tersebut.
a) Aksara suara (aksara swara) berjumlah lima buah, yakni : (a), (e), (i), (o), (u)
b) Aksara suara digunakan untuk menuliskan aksara vokal yang menjadi suku kata, terutama yang berasal dari bahasa asing, untuk mempertegas pelafalannya.
c) Aksara suara tidak dapat dijadikan sebagai aksara pasangan sehingga aksara sigegan yang terdaftar di depannya haris dimatikan dengan pangkon.
d) Aksara suara dapat diberi Sandangan wignyan, layar, dan cecak. (Darusuprapta, 2002:14).
Berikut ini adalah aksara swara yang berjumlah 5 buah :
Contoh penggunaan aksara swara :
Sandangan aksara Jawa dapa dibagi menjadi tiga golongan, yaitu :
1) Sandangan swara (Sandangan bunyi vokal)
2) Sandangan panyigeg wanda (Sandangan konsonan penutup suku kata)
3) Sandangan wyanjana (Sandangan pembuka suku kata)
Secara rinci seperti di bawah ini :
1) Sandangan swara (Sandangan bunyi vokal)
Sandangan swara terdiri atas lima macam, yakni :
a) Sandangan wulu (…i.)
Sandangan wulu dipakai untuk melambangkan vokal (i) di dalam suku kata. Sandangan wulu ditulis di atas bagian akhir aksara. Apabila selain wulu juga terdapat sandangan yang lain, sandangan wulu digeser ke kiri.
Contoh penggunaan sandangan wulu :
siji siji
bathi bqi
wingi wizi
b) Sandangan pepet (…e.)
Sandangan pepet dipakai untuk melambankan vokal /e/ di dalam suku kata. Sandangan pepet ditulis di atas bagian akhir aksara. Apabila selain pepet terdapat sandangan yang lain, sandangan pepet digeser ke kiri. Sandangan pepet tidak dipakai untuk menuliskan suku kata re dan le yang bukan sebagai pasangan. Sebab suku kata re yang bukan pasangan dilambangkan dengan pa cerek dan le yang bukan pasangan dilambangkan dengan nga lelet.
Macam-macam Sandangan Aksara Jawa
Sandangan merupakan bentuk huruf vokal yang tidak mandiri dan digunakan ketika berada di bagian tengah dari kata. Sedanghkan di dalam sandangan akan dibedakan berdasar pada cara membacanya.
Untuk aksara Swara ini juga tidak sama dengan jenis aksara-aksara yang lain. Ia juga dilengkapi dengan pasangan. Aksara Swara juga memiliki beberapa aturan penulisan yang penting untuk diperhatikan. Berikut rinciannya:
Aksara Swara tidak bisa dijadikan sebagai bentuk aksara pasangan.
Apabila aksara Swara menemukan sigegan atau konsonan yang ada pada akhir suku kata yang sebelumnya, maka sigegan itu harus dimatikan dengan yang namanya pangkon.
Aksara Swara bisa diberikan suatu sandangan wignyan, cecak, wulu, suku, dan lain sebagainya.
Sandangan suku (u)
Sandangan suku dipakai untuk melambangkan bunyi vokal u yang bergabung dengan bunyi konsonan di dalam suatu suku kata, atau vocal u yang tidak ditulis dengan aksara swara. Sandangan suku ditulis serangkai di bawah bagian akhir aksara yang mendapat sandangan itu.
Contoh pengunaan sandangan suku :
watu wtu
gunung gunu=
Sandangan taling ([.)
Sandangan taling dipakai untuk melambangkan bunyi vokal e atau e yang tidak ditulis dengan aksara swara e, yang bergabung dengan bunyi konsonan di dalam suku kata. Sandangan taling ditulis di depan aksara yang dibubuhi sandangan itu.
Contoh penggunaan sandangan taling :
kene [k[n
dhewe [d[w
Sandangan taling tarung ([…o)
Sandangan taling tarung dipakai untuk melambangkan bunyi vokal o yang tidak ditulis dengan aksara swara o, yang bergabung dengan bunyi konsonan di dalam suku kata. Sandangan taling tarung ditulis mengapit aksara yang dibubuhi sandangan itu.
Contoh penggunaan sandangan taling tarung :
bodho [bo[do
ijo ai[jo
Sandangan panyigeg wanda (Sandangan konsonan penutup suku kata) Sandangan penanda konsonan penutup suku kata (sandangan panyigeg wanda) yang terdiri atas empat macam, yakni :
a) Sandagan Wignyan (….h)
Sandangan wignyan adalah penganti sigegag ha yaitu sandangan yang dipakai untuk melambangkan konsonan h penutup suku kata. Penulisan wignyan diletakkan di belakang aksara yang dibubuhi sandangan itu.
Contoh penggunaan sandangan wignyan :
gagah ggh
cahya chy
Sandangan Layar (…../)
Sandangan layar adalah pengganti sigegan ra yaitu sandangan yang dipakai untuk melambangkan konsonan r penutup suku kata. Sandangan layar ditulis di atas bagian akhir aksara yang dibubuhi sandangan itu.
Contoh penggunaan sandangan layar :
pager pge/
tirta ti/t
Sandangan Cecak (……=)
Sandangan cecak adalah pengganti sigegan nga yaitu sandangan yang dipakai untuk melambangkan konsonan ng penutup suku kata. Sandangan cecak ditulis di atas bagian akhir aksara yang dibubuhi sandangan itu.
Contoh penggunaan sandangan cecak :
jangkah j=kh
walang wl=
Sandangan Pangkon (…..\)
Sandangan pangkon dipakai sebagai penanda bahwa aksara yang dibubuhi sandangan pangkon itu merupakan aksara mati, aksara konsonan penutup suku kata, atau aksara panyigeg ing wanda. Sandangan pangkon ditulis di belakang aksara yang dibubuhi sandangan itu. Sandangan pangkon dapat dipakai sebagai pembatas bagian kalimat atau rincian yang belum selesai, senilai dengan tanda koma di dalam ejaan Latin.
Contoh penggunaan sandangan pangkon :
adus afus\
pangan pzn\
Sandangan wyanjana (Sandangan penanda gugus konsonan)
Menurut Darusuprapta (2002:29), sandangan penanda gugus konsonan merupakan penanda asara konsonan yang diletakkan pada aksara konsonan lain di dalam suatu suku kata. Pendanda gugus konsonan di dalam aksara Jawa terdiri atas lima macam, yakni :
a) Cakra (…..])
Tanda cakra merupakan penanda gugus konsonan yang unsur terakhirnya berwujud konsonan r. Tanda cakra ditulis serangkai di bawah bagian akhir aksara yang diberi tanda cakra tersebut. Aksara yang sudah bertanda cakra dapat diberi sandangan selain pepet dan tidak dapat diberi penanda gugus konsonan yang lain. Aksara bertanda cakra yang mendapat pepet diganti dengan keret
Contoh penggunaan cakra :
sasra ss]
krawu k]wu
b) Keret (….})
Tanda keret dipakai untu melambangkan gugus konsonan yang berunsur akhir konsonan r yang diikuti vokal e /e atau sebagai pengganti tanda cakra yang mendapatkan penambahan sandangan pepet. Tanda keret ditulis serangkai di bawah bagian akhir aksara yang diberi tanda keret itu.
Contoh penggunaan keret :
kreteg k}teg\
brengos b}[zos\
c) Pengkal (…..-)
Tanda pengkal dipakai untuk melambangkan konsonan y yang bergabung dengan konsonan laian di dalam suatu suku kata. Tanda pengkal ditulis serangkai di belakang aksara yang diberi tanda pengkal itu.
Contoh penggunaan pengkal :
kyai k-ai
tyas t-s\
Pangkonan dan Pasangan
Apa itu Sandangan?
Sandangan merupakan coretan yang digunakan untuk memberi pelafalan vokal dan akhiran tertentu terhadap aksara Carakan.
Penulisan sandangan pada prinsipnya dari kiri ke kanan. Namun posisi penulisan setiap sandangan berbeda-beda.
Sandangan dikelompokkan menjadi 3 macam, yaitu:
- Sandangan Swara:
Sandangan ini digunakan untuk mengganti huruf vokal. Contoh: wulu, suku, taling, taling-taroeng, pepet. - Sandangan Mati:
Sandangan ini digunakan untuk mengakhiri aksara Carakan dengan menghilangkan vokal pada aksara terakhir. Contoh: wignyan, layar, ceceg, pangkon, pengkol. - Sandangan Semi Swara:
Sandangan ini digunakan oleh aksara Carakan tertentu yang memiliki aturan penulisan sendiri. Contoh: cakra, cakra keret, nga lelet, pa cerek.
AKSARA JAWA WILANGAN
Pengertian Aksara Wilangan adalah sebuah Tulisan aksara jawa yang memiliki arti tentang bilangan, aksara ini yang digunakan untuk menuliskan angka di dalam bahasa Jawa. karena didalam tulisan aksara jawa biasanya terdapat banyak bunyi yang jika diucapkan, bunyinya menjadi angka.
Sejarah Aksara Jawa di Tanah Jawa
Aksara Jawa mengalami perkembangan secara dinamis di Nusantara menurut orang-orang zaman dulu, aksara yang dikembangkan oleh masyarakat Jawa ini bersumber pada aksara Brahmi yang berasal dari negara India. Aksara Brahmi ini menurunkan aksara Pallawa, aksara yang sangat berperan dalam perkembangan tradisi tulis di Nusantara.
Aksara Pallawa mulai dipakai di Nusantara sejak abad ke-4 Masehi, oleh sebab itu Aksara Pallawa menjadi ibu dari semua aksara yang ada di Nusantara, antara lain aksara jawa.
Aksara Pallawa, bersal dari masyarakat yang sebagian besar bergama Hindu-Jawa kemudian mengembangkan aksara Jawa pada sekitar abad VIII menggunakan sistem Sanskerta Panini, yaitu mengikuti urutan aksara Kaganga yang digunakan kira-kira sampai abad 106 M.
Pada periode ini, belum ada pemisahan aksara Murda seperti yang dikenal sekarang, dalam susunan abjadnya, terdapat beberapa aksara yang keberadaannya wajib hadir untuk menuliskan kata-kata Jawa Kuno.
Perkembangan Aksara Jawa di daerah Islam
Pada masa perkembangan awal Islam di tanah Jawa, pengurutan aksara Jawa menjadi Hanacaraka dilakukan untuk memudahkan penghafalan dan pengingatannya secara kreatif dengan mengaitkannya pada mitos Ajisaka yang berkembang pada periode tersebut.
Dalam periode perkembangan Islam pengertian aksara Murda masih belum berfungsi layaknya huruf lainnya, Aksara murda dipisahkan dari susunan huruf dasar karena merupakan aksara lama yang keberadaannya tetap dipertahankan dan penggunaannya masih sama seperti pada aksara Jawa-Hindu.
Perkembangan pada masa kolonial
Pada masa kolonial, aksara Murda sebagian mulai berubah fungsi layaknya huruf kapital. Pada 1926, di Sriwedari, Surakarta, untuk pertama kalinya aksara Jawa dilokakaryakan dan menghasilkan Wewaton Sriwedari yang memberi landasan dasar bagi pengejaan tulisan.
Perkembangan Aksara Jawa pada masa kemerdekaan
Pada masa kemerdekaan, aksara Jawa kembali mengalami perkembangan. Setidaknya telah diadakan tiga kali Kongres Bahasa Jawa yang menghasilkan pedoman cara penulisan dengan berbagai penyesuaian agar penggunaannya lebih sesuai dengan kebutuhan.
Ciri-ciri Penulisan Aksara jawa
Ciri-ciri penulisan Aksara Jawa ialah sebagai berikut:
- Tulisan aksara jawa tidak menggunakan spasi
- Tulisan aksara jawa tidak ada tanda baca dasar
- Tulisan aksara jawa tulisannya juga rumit
- Tulisan aksara jawa memiliki pasangan dari setiap huruf
Tapi tenang saja bagi anda yang sedang belajar aksara jawa pasti akan bisa asal anda mengetahui kata kuncinya hehe. kata kuncinya ialah anda harus menyukai menulis dengan aksara jawa seperti peatah mengatakan hal biasa dilakukan nanti akan menjadi kebiasaan
ASAL USUL ATAU SEJARAH AKSARA JAWA
Aksara jawa adalah salah satu peninggalan bersejarah dari nenek moyang kita yang wajib kita jaga dan pelajari, sebagai salah satu situs peninggalan sejarah huruf jawa juga mempunyai sejarah dilahirkannya huruf jawa di bawah ini adalah sejarah dan arti huruf aksara jawa.
Asal usul atau sejarah Aksara jawa ternyata memiliki kisah yang sangat menarik untuk kita pelajari kare kisah ini berhubungan dengan seorang ksatria yang hebat berasal dari tanah jawa yang bernama Aji Saka, yang memiliki 2 orang Abdi yang sangat loyal atau setia yang bernama Dora dan Sembada.
Dikisahkan ada seorang pemuda tampan yang sakti mandraguna, yaitu Ajisaka. Ajisaka tinggal di pulau Majethi bersama dua orang punggawa (abdi) setianya yaitu Dora dan Sembada. Kedua abdi ini sama-sama setia dan sakti. Satu saat Ajisaka ingin pergi meninggalkan pulau Majethi.
Dia menunjuk Dora untuk menemaninya mengembara. Sedangkan Sembada, disuruh tetap tinggal di pulau Majethi. Ajisaka menitipkan pusaka andalannya untuk dijaga oleh Sembada. Dia berpesan supaya jangan menyerahkan pusaka itu kepada siapa pun, kecuali pada Ajisaka sendiri.
kisah, di pulau Jawa ada sebuah kerajaan yang sangat makmur sejahtera yaitu kerajaan Medhangkamulan. Rakyatnya hidup sejahtera. Kerajaan Medhangkamulan dipimpin oleh seorang raja arif bijaksana bernama Dewatacengkar. Prabu Dewatacengkar sangat cinta terhadap rakyatnya.
Di suatu ketika Aji Saka melakukan suatu perjalanan, menuju Kerajaan Medang Kamulan.
Pada saat itu Kerajaan Medang Kamulan diperintah oleh seorang raja yang memiliki kebiasaan, yaitu suka memakan daging manusia. Raja tersebut bernama Prabu Dewata Cengkar, setiap hari Prabu Dewata meminta para pelayan dan juga prajuritnya untuk selalu menghidangkan daging manusia setiap harinya.
Hal ini dikarenakan, Pada suatu hari ki juru masak kerajaan Medhangkamulan yang bertugas membuat makanan untuk prabu Dewatacengkar mengalami kecelakaan saat memasak. Salah satu jarinya terkena pisau hingga putus dan masuk ke dalam masakannya tanpa dia ketahui. Disantaplah makanan itu oleh Dewatacengkar. Dia merasakan rasa yang enak pada masakan itu.
Dia bertanya daging apakah itu. Ki juru masak baru sadar bahwa dagingnya disantap Dewatacengkar dan menjawab bahwa itu adalah daging manusia. Dewatacengkar ketagihan dan berpesan supaya memasakkan hidangan daging manusia setiap hari. Dia meminta sang patih kerajaan supaya mengorbankan rakyatnya setiap hari untuk dimakan.
karena terus menerus makan daging manusia, sifat Dewatacengkar berubah 180 derajat. Dia berubah menjadi raja yang kejam lagi bengis. Daging yang disantapnya sekarang adalah daging rakyatnya. Rakyatnya pun sekarang hidup dalam ketakutan. Tak satupun rakyat berani melawannya, begitu juga sang patih kerajaan.
Mendengar hal itu tentu saja rakyat menjadi resah, termasuk Aji Saka yang semakin yakin untuk melawan raja tersebut dengan ditemani oleh kedua Abdinya yang setia. Kemudian sampailah Aji Saka di sebuah pinggiran hutan, yang di mana daerah itu termasuk ke dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Medang Kamulan.
Sebelum mereka semua benar-benar masuk ke dalam istana kerajaan, salah satu Abdi dari Aji saka yang bernama Sembada diperintahkan oleh Aji Saka untuk tetap tinggal di tempat dengan tujuan menjaga keris pusaka miliknya. Aji Saka juga berpesan agar keris tersebut benar-benar dijaga, dan tidak boleh diserahkan kepada siapapun kecuali pada Aji Saka.
Mereka heran dengan keadaan yang sepi dan menyeramkan. Dari seorang rakyat, beliau mendapat cerita kalau raja Medhangkamulan gemar makan daging manusia. Ajisaka menyusun siasat. Dia menemui sang patih untuk diserahkan kepada Dewatacengkar agar dijadikan santapan. Awalnya sang patih tidak setuju dan kasihan. Tetapi Ajisaka bersikeras dan akhirnya diizinkan.
Dewatacengkar keheranan karena ada seorang pemuda tampan dan bersih ingin menyerahkan diri. Ajisaka mengatakan bahwa dia mau dijadikan santapan asalkan dia diberikan tanah seluas ikat kepalanya dan yang mengukur tanah itu harus Dewatacengkar.
Sedangkan Abdi lainnya yang bernama Dora, ikut dengan Aji Saka untuk berhadapan langsung dengan sang Raja yaitu Prabu Dewata Cengkar. Lalu setelah ia bertemu dengan Prabu Dewata Cengkar, Aji Saka pun langsung membuat kesepakatan dengannya. Aji Saka menerima dirinya untuk dimakan oleh Prabu Dewata, tetapi dengan 1 syarat.
Yaitu Prabu Dewata Cengkar harus menyerahkan tanah kekuasaannya yang seluas sorban atau seluas ikat kepala yang dikenakannya. Akhirnya Prabu Dewata pun menyetujui kesepakatan tersebut, Aji Saka pun meminta Prabu untuk mengukur tanah permintaannya dengan cara memegang salah satu ujung sorban.
Ujung sorban lainnya dipegang oleh Aji Saka sendiri, kemudian mulailah Prabu Dewata Cengkar menarik dan membentangkan sorban tersebut. dewata pun terus bergerak mundur untuk membentangkannya. Ia terus menarik dan membentangkan sorban tersebut, dan dengan kesaktian yang dimilikinya sorban itu ternyata terus membentang dan tidak pernah berhenti.
Prabu Dewata Cengkar harus terus maju untuk membentangkan sorban itu, lalu sampailah ia di ujung jurang dan terlempar ke tengah lautan. Akhirnya Prabu Dewata Cengkar itu mati, dan rakyat pun bersuka cita karena kematiannya. Aji Saka pun naik pangkat menjadi seorang raja, tak berapa lama setelah ia menjadi raja ia pun ingat keris miliknya yang dititipkan pada Sembada.
Aji Saka pun memerintahkan Dora untuk mengambil keris tersebut pada Sembada. Pada awalnya mereka hanya bercakap-cakap mengenai keadaan atau kondisi satu sama lain. Setelah itu barulah percakapan mengarah ke keris yang Aji Saka titipkan. Saat itu Dora meminta Sembada untuk mengembalikan keris yang dimiliki oleh Aji Saka tersebut.
Tetapi Sembada justru masih ingat tentang perintah Aji Saka, bahwa ia harus memberikan keris tersebut hanya kepada Aji Saka. Sedangkan Dora merasa bahwa ia tetap harus melaksanakan perintah Tuannya mengenai keris tersebut. hingga akhirnya kedua orang itu saling tak mau mengalah satu sama lain, karena ingin sama-sama menjaga amanahnya.
Setelah itu Dora dan Sembada pun bertempur mati-matian untuk mempertahankan amanah Aji Saka. Keduanya saling mengeluarkan kekuatan dan kesaktian masing-masing, sampai akhirnya keduanya tewas bersamaan. Kabar kematian kedua Abdi yang loyal tersebut pun akhirnya sampai pada Aji Saka.
Aji Saka pun menyesal atas kecerobohan yang ia buat sendiri, untuk menghormati kedua Abdi yang setia padanya sampai mati itu ia pun membuat persembahan khusus untuk mereka. Maka dibuatlah barisan huruf, alfabet atau aksara seperti yang sampai saat ini kita kenal yaitu hanacara atau aksara jawa.
Semakin bertambahnya waktu dan berkembangnya zaman, maka aksara jawa yang diciptakan oleh Aji Saka semakin populer. Aksara jawa juga telah menggeser penggunaan aksara palawa dan huruf palawa yang saat itu dibuat dan diciptakan di masa Kerajaan Hindu dan Budda. Aksara palawa tersebut merupakan jenis aksara kuno.
Aksara palawa sendiri merupakan jenis aksara yang memiliki kemiripan dengan aksara jawa, yang di mana huruf palawa ini pada zaman dahulu digunakan oleh masyarakat luas yang pada saat itu masih mengenal bahasa sansekerta. Di masa kerajaan islam ini mulai disosialisasikan aksara jawa atau abjad hanacara atau carakan yang sudah dikenal sampai saat ini.
PERSEBARAN AKSARA JAWA
Di dalam sejarahnya sudah tercatat bahwa aksara jawa ini mulai dicetak di abad 19 Masehi, hal tersebut bukan merupakan hal yang aneh karena di zaman dahulu memang belum ditemukan mesin cetak. Aksara jawa merupakan salah satu jenis aksara yang menginspirasi banyak orang, jika diperhatikan lebih lanjut jenis aksara jawa juga tidak berbeda jauh dengan jenis aksara lainnya.
Misalnya di wilayah Asia Tenggara, contohnya jenis aksara yang digunakan oleh seluruh masyarakat Thailand hingga saat ini. ternyata aksara jawa juga memiliki kemiripan dengan aksara Thailand, yang di mana goresan, struktur dan lengkungannya pun memiliki banyak kesamaan. Oleh sebab itu ada kemungkinan bahwa aksara jawa ini memang telah populer sejak zaman dahulu.
Sehingga penyebaran aksara jawa di zaman dahulu menyebar di sekitar wilayah Asia Tenggara. Bahkan menurut penelitian yang ada, aksara jawa memang gabungan dari aksara kawi dan aksara abugida. Aksara ini sangat berbeda dengan aksara latin, yang kita pelajari dan gunakan di zaman sekarang.
Contohnya adalah huruf Ha memiliki 2 perwakilan dari 2 huruf sekaligus, yaitu huruf konsonan H dan huruf vokal A. Yang merupakan satu suku kata yang utuh jika dibandingkan dengan kata hari. Penggunaan aksaranya juga terlihat lebih simpel, dibandingkan dengan huruf latin yang tersusun atas 1 huruf per 1 huruf.
Untuk penulisannya, aksara jawa ini memiliki kemiripan dengan aksara hindi. Tata cara penulisan dari aksara jawa dilakukan dengan cara menggantung. Atau terdapat garis di bagian bawahnya. Kemudian seiring dengan berjalannya waktu, terdapat modifikasi di era modern dari para pendidik yang mengajarkan aksara jawa melalui penulisan aksara hanacaraka di atas garis.
sekian pembahasan tentang Aksara Jawa dan pasanganya yang dirangkum dari berbagai sumber terpercaya semoga bisa menjadi inspirasi buat kita semua dan semoga bisa menambah ilme pengetahuan bagi kita semua, amin..