Kisah kehidupan R.A Kartini
Siapakah perempuan yang dijuluki ibu Kartini?
Kartini adalah seorang perempuan yang dikenal sebagai tokoh pahlawan nasional di Indonesia. nama lain beliau adalah Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat atau dikenal sebagai R.A Kartini, beliau dikenal sebagai
salah satu pahlawan nasional perempuan yang dikenal gigih memperjuangkan emansipasi wanita indonesia kala ia hidup.
Biografi RA Kartini
Biografi RA Kartin Pahlawan R.A Kartini, beliau lahir pada tanggal 21 April tahun 1879 di Kota Jepara, dan beliau wafat pada umur (25 tahun) di Rembang, Hindia Belanda pada, 17 September 1904 atau nama sebenarnya sering kita sebut Raden Ayu Kartini, beliau adalah seorang tokoh pahlawan berasal dari pulau Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia, beliau dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi. Simak juga artikel tentang TEKS PIDATO TENTANG DISIPLIN KUNCI KESUKSESAN
Hari kelahiran beliau itu kemudian dikenang sebagai Hari Kartini hari besar ini digunakan untuk menghormati jasa-jasa beliau pada bangsa Indonesia. Nama lengkap Kartini adalah
Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat.
Peresmian Hari Kartini jatuh pada tanggal?
Pada tanggal 2 mei 1964 Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.
Sejarah Kartini
Kisah hidup beliu lahir di tengah-tengah keluarga bangsawan oleh sebab itu beliau memperoleh gelar R.A (Raden Ajeng) yang diletakkan di depan namanya, gelar itu sendiri (Raden Ajeng) dipergunakan oleh Kartini sebelum beliau menikah, namun jika sudah menikah maka gelar kebangsawanan yang dipergunakan adalah R.A (Raden Ayu) menurut tradisi Jawa.
- Siapakah Ayah dari R.A kartini?
Ayah beliau bernama R.M. Sosro ningrat, anak laki-laki dari Pangeran Ario Tjondronegoro ke 4,beliau dulunya adalah seorang bangsawan yang menjabat sebagai bupati kota Jepara, beliau ini merupakan kakek dari R.A Kartini.
Karena Ayahnya R.A Kartini adalah R.M. Sosroningrat yang merupakan seorang yang terpandang sebab posisinya kala itu sebagai bupati kota Jepara kala Kartini dilahirkan.
- Siapakah ibu dari R.A kartini?
Kartini lahir dari seorang Ibu yang bernama M.A. Ngasirah, beliau ini merupakan anak seorang kiai atau guru agama di Telukawur, Kota Jepara. Kartini merupakan keturunan dari Sri Sultan Hamengkubuwono 4, bahkan ada yang mengatakan bahwa garis keturunan ayahnya berasal dari kerajaan Majapahit.
M.A. Ngasirah sendiri bukan keturunan bangsawan, melainkan hanya rakyat biasa saja, oleh karena itu peraturan kolonial Belanda ketika itu mengharuskan seorang Bupati harus menikah dengan bangsawan. Ayah Kartini kemudian mempersunting seorang wanita bernama Raden Adjeng Woerjan yang merupakan seorang bangsawan keturunan langsung dari Raja Madura.
Pemikiran Kartini
Surat-surat yang Kartini tulis berisi tentang pemikiran-pemikirannya yang menceritakan kondisi sosial saat itu, terutama tentang kondisi perempuan pribumi. Surat-surat yang kartini tulis berisi keluhan dan gugatan khususnya menyangkut budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan.
Dalam suratnya kartini menyampaikan unek-uneknya agar wanita memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar. Kartini juga menulis ide-ide dan cita-citanya, seperti yang tertulis: Zelf-ontwikkeling dan Zelf-onderricht, Zelf- vertrouwen dan Zelf-werkzaamheid dan juga Solidariteit. Semuanya atas dasar Religieusiteit, Wijsheid en Schoonheid (yaitu Ketuhanan, Kebijaksanaan dan Keindahan), ditambah dengan Humanitarianisme (peri kemanusiaan) dan Nasionalisme (cinta tanah air).
Surat-surat yang Kartini tulis juga berisi tentang harapan-harapannya untuk memperoleh pertolongan dari luar, ketika perkenalannya dengan Estelle “Stella” Zeehandelaar, Kartini telah mengungkapkan keinginannya untuk menjadi kaum muda Eropa karena dulunya kaum hawa yang berada di indonesia sangat miris karena tidak mempunyai kebebasan mendapatkan pendidikan.
Kartini dalam suratnya yang dikirimkan ke temannya, Kartini menggambarkan penderitaan yang dialami oleh perempuan Jawa akibat kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk di bangku sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki-laki yang tak dikenal, dan harus bersedia dimadu.
Surat-surat yang ditulis oleh Kartini sebagian besar banyak mengungkap tentang kendala-kendala yang harus dihadapi ketika bercita-cita ingin menjadi perempuan yang merdeka, menjadi perempuan Jawa yang lebih maju disegi pendidikannya.
Meski Kartini memiliki seorang ayah yang tergolong bangsawan dan maju, karena ayahnya telah menyekolahkan anak-anak perempuannya meski hanya sampai umur 12 tahun, tetap saja pintu untuk ke sana tertutup.
Sebagai seoreng anak perempuan, Kartini sangat mencintai ayahnya, namun ternyata rasa sayangnya terhadap sang ayah dengan tulus, tetapi alhasil rasa sayangnya akhirnya juga menjadi kendala besar dalam mewujudkan cita-citanya.
Sang ayah dalam surat juga diungkapkan sebagai orang yang sangat menyayangi Kartini. Beliau akhirnya mengizinkan Kartini untuk belajar menjadi guru di Betawi, meski sebelumnya tak mengizinkan Kartini untuk melanjutkan studi ke Belanda ataupun untuk masuk sekolah kedokteran di Betawi.
Keinginan Kartini untuk melanjutkan pendidikan, terutama beliau ingin melnjutkan pendidikannya ke Eropa, cita-citanya ini terungkap dalam surat-suratnya, dan beberapa sahabat penanya (penulis surat) mendukung dan berupaya mewujudkan keinginan Kartini tersebut.
Tetapi Kartini membatalkan keinginan yang hampir terwujud tersebut, terungkap adanya kekecewaan dari sahabat-sahabat penanya, Niat dan rencana untuk belajar ke Belanda tersebut akhirnya beralih ke Betawi saja setelah dinasihati oleh Nyonya Abendanon bahwa itulah yang terbaik bagi Kartini dan adiknya Rukmini.
Tahun 1903 saat berusia sekitar 24 tahun, niat Kartini untuk melanjutkan studi menjadi guru di Betawi pun pupus,dalam sebuah surat kepada Nyonya Abendanon, Kartini mengungkap bahwa dia tidak berniat lagi karena ia sudah akan menikah!
Karena Kartini sudah di pingit, alhasil kartini tidak boleh lagi untuk keluar rumah sampai waktunya menikah, demi menghilangkan rasa bosan, suntuk didalam rumah, kartini menghabiskan sebagian besar waktunya untuk membaca buku-buku ilmu pengetahuan.
Kesukaannya terhadap ilmu pengetahuan menyebabkan rutinitas membaca macam-macam buku berubah menjadi Rutinitas harian, bahkan jika mengalami ketidak mengertian terhadap buku yang dibaca, Kartini tidak segan-segan untuk bertanaya kepada ayahnya.
Ketika menjelang hari pernikahannya, terdapat perubahan penilaian Kartini terhadap soal adat Jawa, dan menyebabkan Ia menjadi lebih toleran. Ia menganggap pernikahan akan membawa keuntungan tersendiri dalam mewujudkan keinginan mendirikan sekolah bagi para perempuan kala itu.
Perubahan pemikiran Kartini ini menyiratkan bahwa dia sudah lebih menanggalkan egonya dan menjadi manusia yang mengutamakan transendensi, bahwa ketika Kartini hampir mendapatkan impiannya untuk bersekolah di Betawi, dia lebih memilih berkorban untuk mengikuti prinsip patriarki yang selama ini ditentangnya, yakni menikah dengan Adipati Rembang.
Dalam surat-suratnya, Kartini menyebutkan bahwa sang suami tidak hanya mendukung keinginannya untuk mendirikan dan mengembangkan sekolah bagi perempuan bumiputra, tetapi suaminya juga didukung agar Kartini dapat menulis sebuah buku.
Beruntung R.A Kartini memiliki suami yang mendukung cita-citanya, berkat kegigihan serta dukungannya suami Kartini mendirikan sekolah wanikta di berbagi daerah, seperti Kota Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang Madiun, Cirebon,dsb. Sekolah Wanita itu sering di sebut dengan nama Sekolah Kartini.