Daftar Pembahasan
Hakikat Manusia
Pada hakikatnya manusia adalah salah satu dari mahluk yang diciptakan Allah SWT, perbedaan manusia dengan makhluk hidup lainnya adalah kedudukannya sebagai makhluk yang paling mulia.
Hakikat Manusia di dalam Al Qur’an
Untuk mengetahui bagaimana pandangan agama Islam terhadap hakikat manusia, tentu kita harus kembali kepada Al Qur’an. Berikut ini adalah ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan hakikat manusia.
Manusia adalah makhluk Allah SWT yang bersifat lahir (syahadah) dan ghoib (non fisik) QS. Al Mu’minun: 12-14;
QS. Al Imran: 190-191;
QS. As Sajdah :7
QS. Qaaf:16
QS. At Tiin: 4
Zat yang bersifat lahir dan ghoib itu menentukan postur manusia sebagai mahluk yang paling sempurna. Manusia mempunyai anggota badan misalnya otak dan jantung yang berfungsi untuk mekanisme biologi yaitu perangkat subsistem didalam sistem tubuh manusia untuk menunjukkan keberadaannya atau eksistensinya
Hakikat Manusia Secara Ilmu Pengetahuan
- Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
2. Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial.
3. yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan nasibnya.
4. Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
5. Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati
6. Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas
7. Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat.
8. Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.
Hakikat Manusia dalam Pendidikan
Pendidikan secara sederhana dikatakan sebagai sebuah proses “memanusiakan manusia”, Abdurrahman Shalih (t.th;47) mengatakan “man is the core of the educational process”, bahwa manusia adalah inti dari sebuah proses pendidikan.
Hal tersebut menunjukkan bahwa manusia adalah obyek dan sekaligus pelaku pendidikan Sebab itu sejauh mana pendidikan itu diformulasikan dan diimplementasikan harus selalu disandarkan pada konsepsi tentang hakekat manusia.
Merumuskan dan mengembangkan tujuan pendidikan, materi pendidikan, metode, kurikulum, evaluasi pendidikan, dan seterusnya harus selalu dikonsultasikan pada filsafat dan pemahaman tentang hakekat manusia itu sendiri. Pembahasan ini berusaha memahami hakekat manusia sebagai sebuah kajian ontologi Pendidikan Islam.
Ada beberapa hal yang dikaji dalam tulisan ini yaitu; pemahaman tentang hakekat manusia; poses kejadian manusia; potensi-potensi dasar manusia; tugas dan fungsi penciptaan manusia; serta implikasinya dalam pendidikan.
Pemahaman tentang hakekat manusia
Para ahli mempunyai pemahaman yang beragam dalam memahami hakekat tentang manusia, hal ini dapat kita lihat dari berbagai pendapat berikut;
- Charles Robert Darwin (1809-1882) menetapkan manusia sejajar dengan binatang, karena terjadinya manusia dari sebab-sebab mekanis, yaitu lewat teori descendensi (ilmu turunan) dan teori natural selection (teori pilihan alam)
- Ernest Haeckel (1834-1919) menyatakan manusia dalam segala hal menyerupai binatang beruas tulang belakang, yakni binatang menyusui
- Aristoteles (384-322) memeberikan devinisi manusia sebagai binatang yang berakal sehat yang mampu mengeluarkan pendapatnya, dan berbicara berdasarkan pikirannya (the animal than reasons). Disamping itu manusia juga binatang yang berpolitik (zoon politicon) dan binatang yang bersosial (social animal)
- Harold H. Titus menempatkan manusia sebagai organisme hewani yang mampu mempelajari dirinya sendiri dan mampu menginterpretasi terhadap bentuk-bentuk hidup serta dapat menyelidiki makna eksistensi insani (Endang Saifudin, dalam Muhaimin, 1993;31)
- Ahli mantiq mendevinisikan manusia sebagai “al-insan hayawanun nathiq” (manusia adalah hewan yang berbahasa)
Dalam Islam manusia dipandang sebagai manusia, bukan sebagai binatang, karena manusia memiliki derajat yang tinggi, bertanggung jawab atas segala yang diperbuat, serta makhluk pemikul amanah yang berat. Berikut pemahaman para pemikir Islam tentang manusia;
Al-Farabi, Al-Ghazali, dan Ibnu Rusyd menyatakan bahwa hakekat manusia itu terdiri dari dua komponen penting, yaitu;
a) Komponen jasad. Menurut Farabi, komponen ini berasal dari alam ciptaan yang mempunyai bentuk, rupa, berkualitas, berkadar, bergerak dan diam, serta berjasad dan terdiri atas organ. Al-Ghazali memberikan sifat jasad manusia yang ada dalam bumi ini yaiu, dapat bergerak, memiliki rasa, berwatak gelap dan kasar, dan ini tidak berbeda dengan benda-benda lain, sedangkan Ibnu Rusyd berpendapat bahwa komponen jasad merupakan komponen materi.
(Ahmad Daudy, 1989:58-59) b) Komponen jiwa. Menurut farabi, komponen jiwa berasal dari alam perintah (alam kholiq) yang mempunyai sifat berbeda dengan jasad manusia. Hal ini karena jiwa merupakan roh dari perintah Tuhan walaupun tidak menyamai Dzat-Nya.
Menurut al-Ghazali, jiwa ini dapat berfikir, mengingat, mengetahui, dan sebagainya, sedangkan unsur jiwa merupakan unsur rohani sebagai penggerak jasad untuk melakukan kerjanya yang termasuk alam ghaib. Bagi Ibnu Rusyd jiwa adalah sebagai kesempurnaan awal bagi jasad alami yang organik (Ahmad Daudy, 1989; 59)
Ibnu Miskawih, menambahkan satu unsur lagi disamping unsur jasad dan jiwa, yaiu unsur hayah (unsur hidup). Hal ini karena pada diri manusia ketika dalam bentuk embrio (perpaduan antara ovum dan sperma) sudah terdapat kehidupan walaupun roh belum ditiupkan, sedangkan hayah sendiri terdapat pada sperma dan ovum yang membuat embrio hidup dan berkembang. Jadi hayah bukan komponen jasmanai yang berasal dari tanah dan bukan pula komponen jiwa atau rohani yang ditiupkan oleh Allah.(Syahminan Zaini, 1984:23)
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa manusia pada dasarnya dapat ditempatkan dalam tiga kategori, yaitu;
Manusia sebagai makhluk biologis (al-Basyar) pada hakekatnya tidak berbeda dengan makhluk-makhluk biotik lainnya walaupun struktur organnya berbeda, karena struktur organ manusia lebih sempurna dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain.
Manusia sebagai makhluk psikis (al-insan) mempunyai potensi rohani seperti fitrah, qolb, ‘aqal. Potensi tersebut menjadikan manusia sebagai makhluk yang tertinggi martabatnya, yang berbeda dengan makhluk lainnya, artinya apabila potensi psikis tersebut tidak digunakan, manusia tak ubahnya seperti binatang bahkan lebih hina.
Manusia sebagai mahluk sosial mempunyai tugas dan tanggung jawab sosial terhadap alam semesta, ini disebabkan karena manusia tidak hanya sebagai Abdullah tetapi juga sebagai khalifatullah untuk mewujudkan kemakmuran, kebahagiaan dalam kehidupan dunia dan akherat.